Bengkulu — N, salah seorang siswi sekolah menengah atas (SMA) di Kota Bengkulu yang bersedia menukarkan keperawanannya dengan BlackBerry, menilai tindakan yang dilakukannya itu lebih baik daripada keperawanannya diserahkan kepada pacar.
"Saya memang sangat ingin punya BlackBerry, pakaian seksi, dan cantik, namun tak punya uang cukup untuk membelinya. Jadi lebih baik saya tukar saja keperawanan dengan BB daripada diserahkan kepada pacar, tidak mendapatkan apa-apa," kata N, Minggu (8/12/2013).
N merupakan seorang siswi yang menjual keperawanannya hanya demi satu unit BlackBerry. Gadis ini mengaku memiliki banyak teman sesama pelajar SMA yang juga berprofesi menjajakan diri. Menurut dia, rata-rata temannya sudah lama menggeluti aktivitas tersebut.
Dia juga menceritakan, kebanyakan para siswi penjual diri terjun ke dunia gelap berawal dari pacaran. "Awalnya mereka pacaran, lalu coba-coba melakukan hubungan intim, setelah melakukan hubungan intim, lelakinya lari meninggalkan, akhirnya karena merasa sudah 'rusak', mereka jual diri," beber N.
Berkaca dari pengalaman itulah, N lebih memilih menukarkan keperawanannya dengan BlackBerry ketimbang menyerahkannya kepada pacar.
"Pacaran itu palsu, cenderung banyak merugikan perempuan. Ketika keperawanan sudah diambil pacar, maka dia lari begitu saja. Sementara perempuannya sedih, daripada sedih kan mendingan cari uang," katanya lagi.
Namun, pembicaraan Kompas.com dengan N tidak berlangsung lama setelah gadis ini menyadari lawan bicaranya tidak berniat untuk "membeli" keperawanannya. N pun berlalu begitu saja dengan wajah cemberut.
Selang beberapa jam kemudian, Kompas.com bertemu dengan salah seorang mahasiswa semester II di salah satu universitas negeri di Bengkulu. Pria berinisial DL ini mengaku memiliki kisah yang lengkap mengenai "bisnis keperawanan" ini. DL merupakan alumnus salah satu SMA negeri di Kota Bengkulu, yang pernah mengantar seorang siswi menjual keperawanannya ke pria hidung belang.
"Sekitar satu tahun lalu, tepatnya ketika saya masih kelas III SMA, saya memiliki teman wanita yang melakukan transaksi seperti itu," kata DL saat dijumpai di kediamannya di Kelurahan Sidomulyo, Kota Bengkulu, belum lama ini.
Dia mengisahkan bahwa fenomena "barter" keperawanan siswi SMA dengan BlackBerry sering terjadi. "Masih mending BB, malah ada yang ingin beli helm bogo rela jual perawan," kata DL dengan serius.
DL mengisahkan, sekitar setahun lalu, saat masih belajar di bangku SMA, dia memiliki beberapa teman yang nyambi sebagai pekerja seks dengan motif beragam. Umumnya, kata DL, mereka memiliki komunitas atau kelompok di sekolah. Namun, dari segi penampilan saat di sekolah, mereka biasa saja, tidak mencolok.
Selanjutnya, dalam satu kelompok itu, kata DL, terdapat satu orang siswi yang mengaku masih perawan atau tidak bekerja sebagai pekerja seks. Siswi itu berinisial C. Dalam komunitas tersebut, C terbilang siswi sederhana, tidak memiliki BlackBerry, dan pakaiannya pun biasa-biasa saja.
Awalnya, C merasa minder karena memiliki teman satu kelompok yang semuanya menggunakan BlackBerry, pakaian bagus, dan berduit. "C pada waktu itu sering curhat ke aku kalau dia ingin memiliki BlackBerry. Dari teman satu komunitasnya, C diajarkan untuk menjual diri ke om-om atau lelaki hidung belang, apalagi perawan akan jauh lebih mahal," beber DL.
Seiring waktu, kata DL, hasrat menjual keperawanannya tak dapat dibendung. Maka, C pun bersedia menjual keperawanannya demi mendapatkan BlackBerry. Penjualan keperawanan itu, kata DL, difasilitasi oleh salah seorang rekan C di komunitasnya.
"Dia sering memperlihatkan SMS dari seorang pria yang bersedia membeli keperawanannya. Saya ingat betul dua minggu dia berpikir, lalu memutuskan untuk menjual keperawanannya, dan saya salah seorang yang ikut mengantarnya ke salah satu hotel di Kota Bengkulu," kenang DL.
DL menyebutkan, C menjual keperawanannya saat jam sekolah, sekitar pukul 11.00 WIB, di salah satu hotel. Cukup lama DL menunggu. Hingga pukul 18.00 WIB, lalu C dan "pembelinya" keluar dari hotel.
"Dari transaksi tersebut saya diberi uang sebesar Rp 500.000 oleh C. Namun, sejak itulah C sering termenung sendirian di sekolah, bahkan dia kerap kesurupan pada saat jam belajar dan membingungkan para guru di sekolah," tambah DL.
DL mengakui keseringan menonton film biru atau porno merupakan salah satu penyebab C ingin menjual keperawanan. Artinya, kata dia, fenomena asusila itu tidak saja dilandasi motif ekonomi, tetapi juga rasa ingin tahu rasanya berhubungan intim.
"Sekarang ini mana ada anak sekolah tidak pernah nonton film begituan. Jangankan SMA, SMP saja sudah banyak simpan video begituan di HP," sela DL.
Komunitas siswi C sering keluar malam. Mereka keluar rumah tanpa sepengetahuan orangtua. Modusnya macam-macam, ada yang pada pukul 08.30 WIB, mereka masuk kamar untuk berpura-pura tidur, padahal mereka keluar rumah lewat pintu kamar yang terhubung keluar. "Ini semakin diperparah orangtua yang tidak pernah mengecek keberadaan mereka di kamar," kata DL.
Ada juga modus mereka pamit kepada orangtua untuk menginap di rumah salah seorang teman, padahal mereka sedang melayani om-om atau "konsumen".
Kini, kata DL, siswi C telah merantau ke Bandung, tetapi dia tidak tahu apakah melanjutkan kuliah atau bekerja. "Dia teman akrab saya, namun kabar terakhir dia ada di Bandung dan tidak tahu kuliah apa kerja," jelasnya.
Penelusuran dilanjutkan kepada seseorang yang pernah membeli keperawanan siswi seharga BlackBerry baru. Dia adalah salah seorang sopir angkutan umum travel antarkabupaten di Bengkulu berinisial A. Namun sayangnya, A enggan berkomentar banyak.
"Ah, sudahlah, Mas, itu masa lalu. Kalau mau diikuti, nafsu ini enggak ada habisnya. Saya sudah berhenti dari kerjaan gitu," elak A.
Bengkulu — N, salah seorang siswi sekolah menengah atas (SMA) di Kota Bengkulu yang bersedia menukarkan keperawanannya dengan BlackBerry, menilai tindakan yang dilakukannya itu lebih baik daripada keperawanannya diserahkan kepada pacar.
"Saya memang sangat ingin punya BlackBerry, pakaian seksi, dan cantik, namun tak punya uang cukup untuk membelinya. Jadi lebih baik saya tukar saja keperawanan dengan BB daripada diserahkan kepada pacar, tidak mendapatkan apa-apa," kata N, Minggu (8/12/2013).
N merupakan seorang siswi yang menjual keperawanannya hanya demi satu unit BlackBerry. Gadis ini mengaku memiliki banyak teman sesama pelajar SMA yang juga berprofesi menjajakan diri. Menurut dia, rata-rata temannya sudah lama menggeluti aktivitas tersebut.
Dia juga menceritakan, kebanyakan para siswi penjual diri terjun ke dunia gelap berawal dari pacaran. "Awalnya mereka pacaran, lalu coba-coba melakukan hubungan intim, setelah melakukan hubungan intim, lelakinya lari meninggalkan, akhirnya karena merasa sudah 'rusak', mereka jual diri," beber N.
Berkaca dari pengalaman itulah, N lebih memilih menukarkan keperawanannya dengan BlackBerry ketimbang menyerahkannya kepada pacar.
"Pacaran itu palsu, cenderung banyak merugikan perempuan. Ketika keperawanan sudah diambil pacar, maka dia lari begitu saja. Sementara perempuannya sedih, daripada sedih kan mendingan cari uang," katanya lagi.
Namun, pembicaraan Kompas.com dengan N tidak berlangsung lama setelah gadis ini menyadari lawan bicaranya tidak berniat untuk "membeli" keperawanannya. N pun berlalu begitu saja dengan wajah cemberut.
Selang beberapa jam kemudian, Kompas.com bertemu dengan salah seorang mahasiswa semester II di salah satu universitas negeri di Bengkulu. Pria berinisial DL ini mengaku memiliki kisah yang lengkap mengenai "bisnis keperawanan" ini. DL merupakan alumnus salah satu SMA negeri di Kota Bengkulu, yang pernah mengantar seorang siswi menjual keperawanannya ke pria hidung belang.
"Sekitar satu tahun lalu, tepatnya ketika saya masih kelas III SMA, saya memiliki teman wanita yang melakukan transaksi seperti itu," kata DL saat dijumpai di kediamannya di Kelurahan Sidomulyo, Kota Bengkulu, belum lama ini.
Dia mengisahkan bahwa fenomena "barter" keperawanan siswi SMA dengan BlackBerry sering terjadi. "Masih mending BB, malah ada yang ingin beli helm bogo rela jual perawan," kata DL dengan serius.
DL mengisahkan, sekitar setahun lalu, saat masih belajar di bangku SMA, dia memiliki beberapa teman yang nyambi sebagai pekerja seks dengan motif beragam. Umumnya, kata DL, mereka memiliki komunitas atau kelompok di sekolah. Namun, dari segi penampilan saat di sekolah, mereka biasa saja, tidak mencolok.
Selanjutnya, dalam satu kelompok itu, kata DL, terdapat satu orang siswi yang mengaku masih perawan atau tidak bekerja sebagai pekerja seks. Siswi itu berinisial C. Dalam komunitas tersebut, C terbilang siswi sederhana, tidak memiliki BlackBerry, dan pakaiannya pun biasa-biasa saja.
Awalnya, C merasa minder karena memiliki teman satu kelompok yang semuanya menggunakan BlackBerry, pakaian bagus, dan berduit. "C pada waktu itu sering curhat ke aku kalau dia ingin memiliki BlackBerry. Dari teman satu komunitasnya, C diajarkan untuk menjual diri ke om-om atau lelaki hidung belang, apalagi perawan akan jauh lebih mahal," beber DL.
Seiring waktu, kata DL, hasrat menjual keperawanannya tak dapat dibendung. Maka, C pun bersedia menjual keperawanannya demi mendapatkan BlackBerry. Penjualan keperawanan itu, kata DL, difasilitasi oleh salah seorang rekan C di komunitasnya.
"Dia sering memperlihatkan SMS dari seorang pria yang bersedia membeli keperawanannya. Saya ingat betul dua minggu dia berpikir, lalu memutuskan untuk menjual keperawanannya, dan saya salah seorang yang ikut mengantarnya ke salah satu hotel di Kota Bengkulu," kenang DL.
DL menyebutkan, C menjual keperawanannya saat jam sekolah, sekitar pukul 11.00 WIB, di salah satu hotel. Cukup lama DL menunggu. Hingga pukul 18.00 WIB, lalu C dan "pembelinya" keluar dari hotel.
"Dari transaksi tersebut saya diberi uang sebesar Rp 500.000 oleh C. Namun, sejak itulah C sering termenung sendirian di sekolah, bahkan dia kerap kesurupan pada saat jam belajar dan membingungkan para guru di sekolah," tambah DL.
DL mengakui keseringan menonton film biru atau porno merupakan salah satu penyebab C ingin menjual keperawanan. Artinya, kata dia, fenomena asusila itu tidak saja dilandasi motif ekonomi, tetapi juga rasa ingin tahu rasanya berhubungan intim.
"Sekarang ini mana ada anak sekolah tidak pernah nonton film begituan. Jangankan SMA, SMP saja sudah banyak simpan video begituan di HP," sela DL.
Komunitas siswi C sering keluar malam. Mereka keluar rumah tanpa sepengetahuan orangtua. Modusnya macam-macam, ada yang pada pukul 08.30 WIB, mereka masuk kamar untuk berpura-pura tidur, padahal mereka keluar rumah lewat pintu kamar yang terhubung keluar. "Ini semakin diperparah orangtua yang tidak pernah mengecek keberadaan mereka di kamar," kata DL.
Ada juga modus mereka pamit kepada orangtua untuk menginap di rumah salah seorang teman, padahal mereka sedang melayani om-om atau "konsumen".
Kini, kata DL, siswi C telah merantau ke Bandung, tetapi dia tidak tahu apakah melanjutkan kuliah atau bekerja. "Dia teman akrab saya, namun kabar terakhir dia ada di Bandung dan tidak tahu kuliah apa kerja," jelasnya.
Penelusuran dilanjutkan kepada seseorang yang pernah membeli keperawanan siswi seharga BlackBerry baru. Dia adalah salah seorang sopir angkutan umum travel antarkabupaten di Bengkulu berinisial A. Namun sayangnya, A enggan berkomentar banyak.
"Ah, sudahlah, Mas, itu masa lalu. Kalau mau diikuti, nafsu ini enggak ada habisnya. Saya sudah berhenti dari kerjaan gitu," elak A.
No comments:
Post a Comment