Nataberita- Rencana mengubah kurikulum pendidikan menuai kontroversi. Dalam kurikulum baru nanti, mata pelajaran Bahasa Inggris di SMP dan SMA akan dihapus.
Pelajaran Bahasa Inggris difokuskan pada percakapan, bukan tata bahasa. Sehingga anak SD diharapkan sudah mampu berkomunikasi bahasa Inggris sejak SD.
Selain itu, jumlah mata pelajaran (mapel) di SMP maksimal 5 mapel dengan basis utama pembelajaran pada Coding. Sedangkan di SMA maksimal 6 mapel tanpa penjurusan lagi. Siswa yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilakan memilih SMK.
Wacana penghapusan mapel Bahasa Inggris dan pengurangan mapel di SMP dan SMA merupakan usulan dari Ikatan Guru Indonesia (IGI).
IGI sendiri mengusulkan 10 butir perubahan yang disebutnya revolusi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
10 butir itu diusulkan IGI saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengundang 22 organisasi guru dan komunitas guru pada 4 November 2019.
Pada kesempatan tersebut, 22 organisasi guru menyampaikan usulannya masing-masing kepada Nadiem Makarim, termasuk IGI.
Sayangnya, setelah pertemuan itu, 10 butir usulan IGI diviralkan di media sosial. Bahkan, judulnya diganti menjadi “GEBRAKAN NADIEM”. Padahal, yang benar adalah usulan IGI.
Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim mengatakan, IGI mengusulkan agar bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, serta pendidikan karakter berbasis agama dan Pancasila menjadi mata pelajaran (mapel) utama di SD.
”Karena itu, mapel bahasa Inggris dihapus untuk SMP dan SMA. Karena sudah dituntaskan di SD,” kata Ramli, seperti dilansir Jawapos.com, Senin (18/11/2019).
Pembelajaran bahasa Inggris, lanjut Ramli, sebaiknya lebih difokuskan untuk mengajarkan percakapan. Bukan tata bahasa. Kemudian, untuk SMP, tidak boleh lebih dari lima mapel yang diajarkan kepada siswa. Sedangkan di SMA maksimal ada enam mapel tanpa penjurusan.
”Siswa yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilakan memilih SMK,” terang Ramli.
Karena SMK fokus mengajarkan keahlian tertentu, muncul wacana untuk menggunakan sistem SKS (satuan kredit semester).
Dengan begitu, siswa yang dianggap pintar dan lebih cepat menguasai keahlian tertentu bisa lulus setelah dua tahun saja menempuh pembelajaran (kegiatan belajar-mengajar) di sekolah. Sedangkan siswa yang lambat menyerap ilmu bisa sampai empat tahun untuk lulus.
Menurut Ramli, dalam pertemuan 4 November lalu, Mendkbud Nadiem Makarim mengusulkan agar ujian kelulusan SMK tidak hanya normatif. Lebih ke praktis untuk mengukur keterampilan dan keahlian siswa.
”SMK tidak boleh kalah dengan balai latihan kerja yang hanya 3, 6, atau 12 bulan,” ujarnya.
Sementara itu, Nadiem menyatakan hanya mengikuti arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan dan mengelola sumber daya manusia Indonesia agar lebih maju.
Menurut dia, mengubah kurikulum itu tidak hanya mengubah konten. Esensinya adalah menyederhanakan dan mengubah cara penyampaian materi kepada siswa untuk tidak sekadar menghafal.
”Dan itu adalah PR (pekerjaan rumah, Red) saya untuk bisa mengubahnya. Tapi, itu bukan sesuatu yang bisa diubah dalam waktu cepat. Dibutuhkan pemikiran yang sangat matang dan masukan dari para guru dan pihak lain. Jadi, penyempurnaan, penyederhanaan, dan perubahan kurikulum itu saya mengacu pada guru,” beber mantan CEO Gojek tersebut.
Sebab, kata Nadiem, gurulah yang paling mengetahui apa yang dibutuhkan siswa-siswanya.
Menurut Nadiem, guru-guru era sekarang sudah canggih. Mampu menggunakan teknologi sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dengan teknologi, guru bisa bebas memilih konten seperti apa yang cocok dengan materi pelajaran. Dengan begitu, banyak inovasi yang akan muncul.
”Namun, yang perlu diingat, teknologi tidak bisa menggantikan peran seorang guru. Sebab, pembelajaran yang sesungguhnya adalah adanya koneksi batin antara guru dan siswa. Teknologi adalah alat, bukan segalanya,” tutur dia.
No comments:
Post a Comment